Minggu, 25 Juli 2010

Kutitip Surat Ini Untukmu


Assalamu’alaikum,
Segala puji Ibu panjatkan kehadirat Allah ta’ala yang telah memudahkan Ibu untuk beribadah kepada-Nya. Shalawat serta salam Ibu sampaikan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga dan para sahabatnya. Amin…

Wahai anakku,
Surat ini datang dari Ibumu yang selalu dirundung sengsara… Setelah berpikir panjang Ibu mencoba untuk menulis dan menggoreskan pena, sekalipun keraguan dan rasa malu menyelimuti diri. Setiap kali menulis, setiap kali itu pula gores tulisan terhalang oleh tangis, dan setiap kali menitikkan air mata setiap itu pula hati terluka…

Wahai anakku!
Sepanjang masa yang telah engkau lewati, kulihat engkau telah menjadi laki-laki dewasa, laki-laki yang cerdas dan bijak! Karenanya engkau pantas membaca tulisan ini, sekalipun nantinya engkau remas kertas ini lalu engkau merobeknya, sebagaimana sebelumnya engkau telah remas hati dan telah engkau robek pula perasaanku.

Wahai anakku!
25 tahun telah berlalu, dan tahun-tahun itu merupakan tahun kebahagiaan dalam kehidupanku. Suatu ketika dokter datang menyampaikan kabar tentang kehamilanku dan semua ibu sangat mengetahui arti kalimat tersebut. Bercampur rasa gembira dan bahagia dalam diri ini sebagaimana ia adalah awal mula dari perubahan fisik dan emosi…

Semenjak kabar gembira tersebut aku membawamu 9 bulan. Tidur, berdiri, makan dan bernafas dalam kesulitan. Akan tetapi itu semua tidak mengurangi cinta dan kasih sayangku kepadamu, bahkan ia tumbuh bersama berjalannya waktu.

Aku mengandungmu, wahai anakku!
Pada kondisi lemah di atas lemah, bersamaan dengan itu aku begitu gembira tatkala merasakan melihat terjangan kakimu dan balikan badanmu di perutku. Aku merasa puas setiap aku menimbang diriku, karena semakin hari semakin bertambah berat perutku, berarti engkau sehat wal afiat dalam rahimku.

Penderitaan yang berkepanjangan menderaku, sampailah saat itu, ketika fajar pada malam itu, yang aku tidak dapat tidur dan memejamkan mataku barang sekejap pun. Aku merasakan sakit yang tidak tertahankan dan rasa takut yang tidak bisa dilukiskan.

Sakit itu terus berlanjut sehingga membuatku tidak dapat lagi menangis. Sebanyak itu pula aku melihat kematian menari-nari di pelupuk mataku, hingga tibalah waktunya engkau keluar ke dunia. Engkau pun lahir… Tangisku bercampur dengan tangismu, air mata kebahagiaan. Dengan semua itu, sirna semua keletihan dan kesedihan, hilang semua sakit dan penderitaan, bahkan kasihku padamu semakin bertambah dengan bertambah kuatnya sakit. Aku raih dirimu sebelum aku meraih minuman, aku peluk cium dirimu sebelum meneguk satu tetes air ke kerongkonganku.

Wahai anakku…
telah berlalu tahun dari usiamu, aku membawamu dengan hatiku dan memandikanmu dengan kedua tangan kasih sayangku. Saripati hidupku kuberikan kepadamu. Aku tidak tidur demi tidurmu, berletih demi kebahagiaanmu.

Harapanku pada setiap harinya, agar aku melihat senyumanmu. Kebahagiaanku setiap saat adalah celotehmu dalam meminta sesuatu, agar aku berbuat sesuatu untukmu… itulah kebahagiaanku!

Kemudian, berlalulah waktu. Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Selama itu pula aku setia menjadi pelayanmu yang tidak pernah lalai, menjadi dayangmu yang tidak pernah berhenti, dan menjadi pekerjamu yang tidak pernah mengenal lelah serta mendo’akan selalu kebaikan dan taufiq untukmu.

Aku selalu memperhatikan dirimu hari demi hari hingga engkau menjadi dewasa. Badanmu yang tegap, ototmu yang kekar, kumis dan jambang tipis yang telah menghiasi wajahmu, telah menambah ketampananmu. Tatkala itu aku mulai melirik ke kiri dan ke kanan demi mencari pasangan hidupmu.
Semakin dekat hari perkimpoianmu, semakin dekat pula hari kepergianmu. saat itu pula hatiku mulai serasa teriris-iris, air mataku mengalir, entah apa rasanya hati ini. Bahagia telah bercampur dengan duka, tangis telah bercampur pula dengan tawa. Bahagia karena engkau mendapatkan pasangan dan sedih karena engkau pelipur hatiku akan berpisah denganku.

Waktu berlalu seakan-akan aku menyeretnya dengan berat. Kiranya setelah perkimpoian itu aku tidak lagi mengenal dirimu, senyummu yang selama ini menjadi pelipur duka dan kesedihan, sekarang telah sirna bagaikan matahari yang ditutupi oleh kegelapan malam. Tawamu yang selama ini kujadikan buluh perindu, sekarang telah tenggelam seperti batu yang dijatuhkan ke dalam kolam yang hening, dengan dedaunan yang berguguran. Aku benar-benar tidak mengenalmu lagi karena engkau telah melupakanku dan melupakan hakku.

Terasa lama hari-hari yang kulewati hanya untuk ingin melihat rupamu. Detik demi detik kuhitung demi mendengarkan suaramu. Akan tetapi penantian kurasakan sangat panjang. Aku selalu berdiri di pintu hanya untuk melihat dan menanti kedatanganmu. Setiap kali berderit pintu aku manyangka bahwa engkaulah orang yang datang itu. Setiap kali telepon berdering aku merasa bahwa engkaulah yang menelepon. Setiap suara kendaraan yang lewat aku merasa bahwa engkaulah yang datang.

Akan tetapi, semua itu tidak ada. Penantianku sia-sia dan harapanku hancur berkeping, yang ada hanya keputusasaan. Yang tersisa hanyalah kesedihan dari semua keletihan yang selama ini kurasakan. Sambil menangisi diri dan nasib yang memang telah ditakdirkan oleh-Nya.

Anakku…
ibumu ini tidaklah meminta banyak, dan tidaklah menagih kepadamu yang bukan-bukan. Yang Ibu pinta, jadikan ibumu sebagai sahabat dalam kehidupanmu. Jadikanlah ibumu yang malang ini sebagai pembantu di rumahmu, agar bisa juga aku menatap wajahmu, agar Ibu teringat pula dengan hari-hari bahagia masa kecilmu.

Dan Ibu memohon kepadamu, Nak!
Janganlah engkau memasang jerat permusuhan denganku, jangan engkau buang wajahmu ketika Ibu hendak memandang wajahmu!!

Yang Ibu tagih kepadamu, jadikanlah rumah ibumu, salah satu tempat persinggahanmu, agar engkau dapat sekali-kali singgah ke sana sekalipun hanya satu detik. Jangan jadikan ia sebagai tempat sampah yang tidak pernah engkau kunjungi, atau sekiranya terpaksa engkau datangi sambil engkau tutup hidungmu dan engkaupun berlalu pergi.

Anakku,
telah bungkuk pula punggungku. Bergemetar tanganku, karena badanku telah dimakan oleh usia dan digerogoti oleh penyakit… Berdiri seharusnya dipapah, dudukpun seharusnya dibopong, sekalipun begitu cintaku kepadamu masih seperti dulu… Masih seperti lautan yang tidak pernah kering. Masih seperti angin yang tidak pernah berhenti.

Sekiranya engakau dimuliakan satu hari saja oleh seseorang, niscaya engkau akan balas kebaikannya dengan kebaikan setimpal. Sedangkan kepada ibumu… Mana balas budimu, nak!?

Mana balasan baikmu!
Bukankah air susu seharusnya dibalas dengan air susu serupa?! Akan tetapi kenapa nak! Susu yang Ibu berikan engkau balas dengan tuba. Bukankah Allah ta’ala telah berfirman, “Bukankah balasan kebaikan kecuali dengan kebaikan pula?!” (QS. Ar Rahman: 60) Sampai begitu keraskah hatimu, dan sudah begitu jauhkah dirimu?! Setelah berlalunya hari dan berselangnya waktu?!

Wahai anakku, setiap kali aku mendengar bahwa engkau bahagia dengan hidupmu, setiap itu pula bertambah kebahagiaanku. Bagaimana tidak, engkau adalah buah dari kedua tanganku, engkaulah hasil dari keletihanku.

Engkaulah laba dari semua usahaku! Kiranya dosa apa yang telah kuperbuat sehingga engkau jadikan diriku musuh bebuyutanmu?! Pernahkah aku berbuat khilaf dalam salah satu waktu selama bergaul denganmu, atau pernahkah aku berbuat lalai dalam melayanimu?

Terus, jika tidak demikian, sulitkah bagimu menjadikan statusku sebagai budak dan pembantu yang paling hina dari sekian banyak pembantumu . Semua mereka telah mendapatkan upahnya!? Mana upah yang layak untukku wahai anakku!

Dapatkah engkau berikan sedikit perlindungan kepadaku di bawah naungan kebesaranmu? Dapatkah engkau menganugerahkan sedikit kasih sayangmu demi mengobati derita orang tua yang malang ini? Sedangkan Allah ta’ala mencintai orang yang berbuat baik.

Wahai anakku!!
Aku hanya ingin melihat wajahmu, dan aku tidak menginginkan yang lain.

Wahai anakku!
Hatiku teriris, air mataku mengalir, sedangkan engkau sehat wal afiat. Orang-orang sering mengatakan bahwa engkau seorang laki-laki supel, dermawan, dan berbudi.

Anakku…
Tidak tersentuhkah hatimu terhadap seorang wanita tua yang lemah, tidak terenyuhkah jiwamu melihat orang tua yang telah renta ini, ia binasa dimakan oleh rindu, berselimutkan kesedihan dan berpakaian kedukaan!? Bukan karena apa-apa?! Akan tetapi hanya karena engkau telah berhasil mengalirkan air matanya… Hanya karena engkau telah membalasnya dengan luka di hatinya… hanya karena engkau telah pandai menikam dirinya dengan belati durhakamu tepat menghujam jantungnya… hanya karena engkau telah berhasil pula memutuskan tali silaturrahim?!

Wahai anakku,
ibumu inilah sebenarnya pintu surga bagimu. Maka titilah jembatan itu menujunya, lewatilah jalannya dengan senyuman yang manis, pemaafan dan balas budi yang baik. Semoga aku bertemu denganmu di sana dengan kasih sayang Allah ta’ala, sebagaimana dalam hadits: “Orang tua adalah pintu surga yang di tengah. Sekiranya engkau mau, maka sia-siakanlah pintu itu atau jagalah!!” (HR. Ahmad)

Anakku.
Aku sangat mengenalmu, tahu sifat dan akhlakmu. Semenjak engkau telah beranjak dewasa saat itu pula tamak dan labamu kepada pahala dan surga begitu tinggi. Engkau selalu bercerita tentang keutamaan shalat berjamaah dan shaf pertama. Engkau selalu berniat untuk berinfak dan bersedekah.

Akan tetapi, anakku!
Mungkin ada satu hadits yang terlupakan olehmu! Satu keutamaan besar yang terlalaikan olehmu yaitu bahwa Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, amal apa yang paling mulia? Beliau bersabda: “Shalat pada waktunya”, aku berkata: “Kemudian apa, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Berbakti kepada kedua orang tua”, dan aku berkata: “Kemudian, wahai Rasulullah!” Beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah”, lalu beliau diam. Sekiranya aku bertanya lagi, niscaya beliau akan menjawabnya. (Muttafaqun ‘alaih)

Wahai anakku!!
Ini aku, pahalamu, tanpa engkau bersusah payah untuk memerdekakan budak atau berletih dalam berinfak. Pernahkah engkau mendengar cerita seorang ayah yang telah meninggalkan keluarga dan anak-anaknya dan berangkat jauh dari negerinya untuk mencari tambang emas?! Setelah tiga puluh tahun dalam perantauan, kiranya yang ia bawa pulang hanya tangan hampa dan kegagalan. Dia telah gagal dalam usahanya. Setibanya di rumah, orang tersebut tidak lagi melihat gubuk reotnya, tetapi yang dilihatnya adalah sebuah perusahaan tambang emas yang besar. Berletih mencari emas di negeri orang kiranya, di sebelah gubuk reotnya orang mendirikan tambang emas.

Begitulah perumpamaanmu dengan kebaikan. Engkau berletih mencari pahala, engkau telah beramal banyak, tapi engkau telah lupa bahwa di dekatmu ada pahala yang maha besar. Di sampingmu ada orang yang dapat menghalangi atau mempercepat amalmu. Bukankah ridhoku adalah keridhoan Allah ta’ala, dan murkaku adalah kemurkaan-Nya?

Anakku,
yang aku cemaskan terhadapmu, yang aku takutkan bahwa jangan-jangan engkaulah yang dimaksudkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya: “Merugilah seseorang, merugilah seseorang, merugilah seseorang”, dikatakan, “Siapa dia,wahai Rasulullah?, Rasulullah menjawab, “Orang yang mendapatkan kedua ayah ibunya ketika tua, dan tidak memasukkannya ke surga”. (HR. Muslim)

Anakku…
Aku tidak akan angkat keluhan ini ke langit dan aku tidak adukan duka ini kepada Allah, karena sekiranya keluhan ini telah membumbung menembus awan, melewati pintu-pintu langit, maka akan menimpamu kebinasaan dan kesengsaraan yang tidak ada obatnya dan tidak ada dokter yang dapat menyembuhkannya. Aku tidak akan melakukannya, Nak! Bagaimana aku akan melakukannya sedangkan engkau adalah jantung hatiku… Bagaimana ibumu ini kuat menengadahkan tangannya ke langit sedangkan engkau adalah pelipur laraku. Bagaimana Ibu tega melihatmu merana terkena do’a mustajab, padahal engkau bagiku adalah kebahagiaan hidupku.

Bangunlah Nak!
Uban sudah mulai merambat di kepalamu. Akan berlalu masa hingga engkau akan menjadi tua pula, dan al jaza’ min jinsil amal… “Engkau akan memetik sesuai dengan apa yang engkau tanam…” Aku tidak ingin engkau nantinya menulis surat yang sama kepada anak-anakmu, engkau tulis dengan air matamu sebagaimana aku menulisnya dengan air mata itu pula kepadamu.

Wahai anakku,
bertaqwalah kepada Allah pada ibumu, peganglah kakinya!! Sesungguhnya surga di kakinya. Basuhlah air matanya, balurlah kesedihannya, kencangkan tulang ringkihnya, dan kokohkan badannya yang telah lapuk.Anakku… Setelah engkau membaca surat ini,terserah padamu! Apakah engkau sadar dan akan kembali atau engkau ingin merobeknya.

Wassalam,
Ibumu

Nasehat-Nasehat dari Taurat

Syeh Nawawi Al Bantaniy menerangkan bahwa Imam Wahab bin Munabbih, semoga Allah merahmati beliau, berkata: “Telah tertulis dalam kitab Taurat duapuluh nasihat dan ditambahkan oleh Imam Nawawi tujuh (7) nasehat sehingga menjadi dua puluh tujuh (27) nasehat:

Taqwa

1. Barangsiapa yang mencari bekal di dunia untuk perjalanan akhirat dengan taqwa, yaitu menjauhi setiap sesuatu yang dikhawatirkan akan membahayakan agama, maka di hari kiamat dia akan menjadi kekasih Allah.


Marah
2. Barangsiapa yang meninggalkan marah, maka dia akan menjadi tetangga Allah.
Rasulullah saw. bersabda
“Bukanlah orang yang kuat itu sebab membanting lawannya; sesungguhnya orang yang kuat itu hanyalah orang yang dapat menguasai dirinya pada waktu marah”.
Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda:
“Barangsiapa yang dapat menahan marahnya, niscaya Allah akan menahan siksa-Nya terhadap dirinya”.


Mencintai Kesenangan Dunia
3. Barangsiapa yang meninggalkan kesenangan hidup di dunia dengan tidak mencintai kesenangan-kesenangan di dunia, niscaya di hari kiamat dia akan menjadi orang yang aman dan selamat dari siksa Allah.


Hasud
4. Barangsiapa yang meninggalkan perbuatan hasud, niscaya di hari kiamat dia akan menjadi orang yang terpuji di hadapan para makhluk.
Rasulullah saw. bersabda:
“Awas-awas kamu, jauhilah olehmu sekalian perbuata hasud; karena sesungguhnya kedua putera nabi Adam, salah seorang dari keduanya membunuh saudaranya hanyalah karena hasud”.


Sombong
5. Barangsiapa yang meninggalkan kesenangan berlagak, niscaya di hari kiamat dia akan menjadi orang yang mulia di sisi Dzat Yang Maha Merajai lagi Maha Perkasa.
Telah diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda:
“Tiadalah seseorang laki-laki yang mengagungkan dirinya dan sombong dalam berjalan, kecuali dia akan bertemu Allah sedangkan Allah sangat murka kepadanya”. HR. Imam Ahmad, Bukhari dan Al Hakim.


Harta, Pangkat dan Tahta
6. Barangsiapa yang meninggalkan kelebihan-kelebihan di dunia dari: omongan, harta, pangkat dan lainnya dari hal-hal yang mubah yang dapat menempatkan dalam kemaksiatan dan kelalaian, niscaya dia akan menjadi orang yang akan diberi kelapangan dalam makanan-makanan bersama orang-orang abrar (orang-orang yang berbuat kebajikan).


Permusuhan
7. Barangsiapa yang meninggalkan permusuhan di dunia, niscaya di hari kiamat dia termasuk orang-orang yang berbahagia, selamat dan memperoleh kebaikan.
Nabi Muhammad saw. bersabda:
“Barangsiapa yang meninggalkan berbantah sedangkan dia tidak berhak membantah, niscaya akan dibangunkan rumah baginya di sebuah tempat di sorga. Barangsiapa yang meninggalkan berbantah sedangkan dia berhak untuk membantah, niscaya akan dibangunkan rumah baginya di tengah-tengah sorga. Dan barangsiapa yang membaguskan akhlaknya, niscaya akan dibangunkan rumah baginya di atas sorga”.


Kikir
8. Barangsiapa yang meninggalkan sifat kikir di dunia, niscaya dia akan menjadi orang yang disebut-sebut di hadapan para makhluk. Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda:
“Tidak dapat berkumpuk iman dan sifat kikir dalam hati seorang mukmin selama-lamanya”. HR Ibnu Sa’ad.
Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda:
“Penyakit manakah yang lebih berbahaya dari pada sifat kikir?” HR Imam Ahmad, Bukhori dan Muslim.


Berleha-leha
9. Barangsiapa yang meninggalkan beristirahat di dunia, yakni dengan memayahkan dirinya untuk taat kepada Allah, niscaya di hari kiamat dia akan menjadi orang yang disenangkan di sorga.


Makanan, Minuman, Pakaian, Ucapan, dan Perbuatan Haram
10. Barangsiapa yang meninggalkan haram, dalam makanan, minuman, pakaian, ucapan dan perbuatan, niscaya di hari kiamat dia akan menjadi tetangga para nabi a.s.


Pemandangan Haram
11. Barangsiapa yang meninggalkan memandang sesuatu yang haram di dunia, niscaya di hari kiamat Allah akan menggembirakan matanya di sorga dengan dapat memandang apa yang akan menyenangkan dia dari hal-hal yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga dan belum pernah dibayangkan dalam hati.
Barangsiapa yang meninggalkan kekayaan di dunia dan memilih kefaqiran, niscaya di hari kiamat Allah akan membangkitkannya bersama para wali dan para nabi.
Diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:
“Jika kamu mencintaiku maka bersiap-siaplah kamu untuk faqir dengan menghabiskan hartamu, karena sesungguhnnya faqir itu lebih cepat (sampai) kepada orang yang mencintaiku dari pada banjir ke muaranya. HR. Imam Ahmad dan At Turmudzi.


Bekerja
12. Barangsiapa yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dunia, niscaya Allah akan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya di dunia dan akhirat.
Nabi Muhammad saw. telah bersabda:
“Barangsiapa yang memenuhi satu kebutuhan dari saudaranya yang muslim, niscaya baginya ada pahala seperti pahala orang yang melaksanakan haji dan umroh”.
Nabi Muhammad saw. bersabda:
“Barangsiapa yang memenuhi satu kebutuhan dari saudarannya yang muslim, niscaya baginya ada pahala seperti pahala orang yang mengabdi (ta’at) kepada Allah selama hidupnya”.
Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh Imam Al Hifni: “Yakni seperti orang yang shalat selama hidupnya. Karena sesungguhnya shalat adalah pengabdian kepada Allah di bumi”, sebagaimana yang dikatakan pula oleh imam Al ‘Azizi.


Penghibur dalam Kubur
13. Barangsiapa yang ingin mempunyai penghibur di dalam kuburnya, maka hendaklah dia bangun pada waktu gelap malam dan hendaklah dia shalat sunnat meskipun hanya satu raka’at.


Zuhud
. Barangsiapa yang ingin berada di bawah naungan ‘arasy dari Dzat Yang Maha Penyayang, maka hendaklah dia menjadi orang yang zuhud, yakni orang yang berpaling dengan hatinya dari dunia.
Nabi Muhammad saw. telah bersabda:
“Permulaan ummat ini selamat sebab zuhud dan keyaqinan, dan akhir dari umat ini akan celaka sebab tamak dan angan-angan yang panjang”.


Penasehat diri
15. Barangsiapa yang ingin perhitungan amalnya mudah, maka hendaklah dia menjadi penasehat bagi dirinya sendiri dan saudara-saudaranya. Diriwayatkan dari sahabat ‘Utsman bin ‘Affan, bahwa sesungguhnya Nabi saw. telah bersabda:
“Barangsiapa yang hari demi hari kebaikannya tidak bertambah, maka orang tersebut adalah orang yang bersiap-siap ke neraka dengan nyata”. HR. Al ‘Askari.
Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda:
“Jika salah seorang dari kamu menemukan nasihat dalam dirinya bagi saudaranya, maka hendaklah dia menuturkan nasehat tersebut kepadanya”. HR. Ibnu ‘Adi.


Wara'
16. Barangsiapa yang ingin para malaikat mengunjunginya, maka hendaklah dia menjadi orang yang wara’. Sifat wara’ adalah syarat dalam melakukan istiqamah dalam agama. Sifat wara’ yang paling rendah adalah sifat wara’ dari orang-orang yang adil yang disebutkan dalam kesaksian, dan sifat wara’ yang paling tinggi adalah sifat wara’ dari orang-orang yang shiddiq.
Nabi Muhammad saw. bersabda:
“Sebaik-baik pekerjaan agamamu adalah wara’”.


Tengah Surga
17. Barangsiapa yang ingin bertempat tinggal di tengah-tengah surga, maka hendaklah dia menjadi orang yang mengingat Allah di waktu malam dan siang hari.
Imam Al Qusyairi berkata:
“Seseorang hamba tidak dapat sampai kepada Allah kecuali dengan melanggengkan dzikir. Sedang dzikir itu ada dua macam: dzikir lisan dan dzikir hati. Dzikir lisan itu dapat menyampaikan hamba pada melanggengkan dzikir hati dan dalam memberi pengaruh bagi dzikir hati. Maka tatkala hamba itu berdzikir dengan lisan dan hatinya, maka dia adalah orang yang sempurna dalam sifatnya dalam keadaan menempuh jalan menuju ridla Allah.


Tanpa Perhitungan
arangsiapa yang ingin masuk surga tanpa perhitungan amal, maka hendaklah dia bertaubat kepada Allah dengan taubat nasuha.
Imam Al Qusyairi berkata:
“Taubat itu adalah permulaan persinggahan dari persinggahan-persinggahan orang-orang yang menempuh jalan menuju ridla Allah dan permulaan pangkat dari pangkat-pangkat orang-orang yang menuntut ridla Allah.
Ahli ma’rifat berkata:
“Basuhlah empat perkara dengan empat: Basuhlah mukamu dengan air matamu. Basuhlah lidahmu dengan dzikir kepada Penciptamu. Basuhlah hatimu dengan takut kepada Tuhanmu. Dan basuhlah dosa-dosamu dengan bertaubat kepada Tuhanmu”.


Orang Kaya
19. Barangsiapa yang ingin menjadi orang kaya, maka hendaklah dia rela dengan apa yang Allah telah bagikan kepadanya dan kepada orang lain, mengenai harta, pangkat dan lainnya.
Abdul Wahid bin Zaid berkata:
“Rela itu adalah pintu Allah yang paling agung dan sorga dunia”.


Pandai
20. Barangsiapa yang ingin menjadi orang yang pandai beserta Allah, maka hendaklah dia menjadi orang yang khusyu’ dalam urusan-urusan agamanya. Artinya menjadi orang yang tunduk pada urusan-urusan agama tersebut karena kebenaran, serta menerima kebenaran tersebut dari orang yang manapun yang mengatakannya.


Bijaksana
21. Barangsiapa yang ingin menjadi orang yang bijaksana, maka hendaklah menjadi orang yang pandai.
Telah diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa yang berangkat di waktu pagi atau petang, sedangkan dia dalam mengajarkan agamanya, niscaya dia berada dalam sorga”. HR. Abu Na’im.
Ini adalah apa yang dikatakan pada waktu melaksanakan pelajaran dari Syeikh Ali Al Maghrabi, semoga Allah mensucikan rahasia beliau:
“Ya Allah, sesungguhnya aku telah menitipkan kepada-Mu apa yang telah aku baca. Oleh karena itu kembalikanlah titipan tersebut kepadaku pada waktu aku memerlukannya”.


Selamat dari Kejelekan Manusia
22. Barangsiapa yang ingin menjadi orang yang selamat dari kejelekan manusia, maka hedaklah dia tidak menyebutkan salah seorang dari mereka kecuali dengan baik. Dan hendaklah dia mengambil pelajaran pada dirinya, dari apakah dirinya diciptakan. Sesungguhnya dia diciptakan dari sperma yang menjijikkan, dan untuk apa dia diciptakan. Dia diciptakan adalah untuk ta’at kepada Allah ta’ala.


Kemuliaan Dunia Akhirat
23. Barangsiapa yang ingin kemuliaan di dunia dan akhirat, maka hendaklah dia memilih akhirat dari pada dunia, dengan tetap beribadah pada semua waktunya selama dia kuat melakukannya.


Maksiat
24. Barangsiapa yang ingin surga Firdaus dan kenikmatan yang tidak rusak, yakni kenikmatan sorga, maka hendaklah dia tidak menyia-nyiakan umurnya dalam kerusakan dunia dengan melakukan perbuatan maksiat.


Dermawan
25. Barangsiapa yang ingin kesenangan di dunia dan akhirat, maka wajib baginya bersifat dermawan. Karena sesungguhnya orang yang dermawan itu dekat dengan sorga dan jauh dari neraka.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra.: “Rasulullah saw. telah bersabda:
“Orang yang dermawan itu dekat dengan Allah ta’ala, dekat dengan manusia, dekat dengan sorga dan jauh dari neraka. Orang yang kikir itu jauh dari Allah ta’ala, jauh dari manusia, jauh dari sorga dan dekat dengan neraka. Dan orang bodoh yang dermawan itu lebih dicintai oleh Allah ta’ala dari pada orang yang ahli ibadah yang kikir”.
Di antara cerita dari orang-orang yang mulia adalah bahwasannya Hasan dan Husein serta Abdullah bin Ja’far telah keluar untuk melaksanakan ibadah haji, kemudian bekal mereka hilang sehingga mereka kelaparan dan kehausan. Kemudian mereka melewati rumah seorang wanita tua yang di dalamnya ada seekor domba. Mereka meminta kepada wanita tersebut, lalu wanita tua itu memberi minum mereka susu domba tersebut dan dia menyembelihnya untuk mereka. Setelah suatu waktu, Hasan melihat wanita tua itu di Madinah dan dia mengenalinya, lalu dia memberi wanita tua itu seribu ekor domba dan seribu dinar, lalu dia mengantarkan wanita itu kepada saudaranya, Husein. Husein pun memberi wanita itu sama seperti Hasan. Kemudian ia mengantarkannya kepada Ibnu Ja’far At Thayyar dan Ibnu Ja’far memberinya dua ribu ekor domba dan dua ribu dinar. Ibnu Ja’far berkara:
“Andaikan engkau datang pertama kali kepadaku, niscaya aku akan membuat payah Hasan dan Husein”. Kemudian wanita tua itu pulang dengan membawa empat ribu ekor domba dan empat ribu dinar


Tafakur & Mengingat Mati
26. Barangsiapa yang ingin Allah menyinari hatinya dengan cahaya yang sempurna, maka wajib baginya bertafakkur dan mengambil pelajaran dalam keagungan Allah ta’ala dan mengambil nasihat dengan kematian.


Memohonkan Ampunan
27. Barangsiapa yang ingin memiliki badan yang sabar, lisan yang selalu berdzikir dan hati yang khusyu’, maka wajib baginya memperbanyak permohonan ampun bagi orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan dan orang-orang muslim laki-laki dan perempuan.
Nabi Muhammad saw. bersabda:
“Barangsiapa yang memintakan ampun bagi orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, niscaya Allah akan menulis baginya dengan setiap mukmin laki-laki dan perempuan, satu kebaikan”. HR. At Thabrani dari ‘Ubadah bin As Shomit.
Nabi saw. telah bersabda:
“Barangsiapa yang memohonkan ampun bagi orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan setiap hari duapuluh tujuh kali, niscaya dia termasuk orang-orang yang dikabulkan do’anya dan penduduk bumi diberi rizki sebab mereka”. HR. At Thabrani dari Abu Darda’.

Kisah Cinta Putri Pemimpin Para Nabi


Cinta tak cukup untuk menyatukan dua manusia. Tatkala jalan telah berbeda, tak kan mungkin mereka saling bersama. Namun cahaya keimanan akan mempertemukan kembali yang telah terpisahkan sekian lama.

Tersebutlah kisah tentang putri pemimpin para nabi. Terlahir dari rahim ibundanya, seorang wanita bangan Quraisy, Khadijah bintu Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay Al-Qurasyiyyah radhiallahu ‘anhu, saat ayahnya memasuki usia tiga puluh tahun. Dia bernama Zainab radhiallahu ‘anha bintu Muhammad bin ‘Abdillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Semasa hidup ibunya, sang putri yang menawan ini disunting oleh seorang pemuda, Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ bin ‘Abdil ‘Uzza bin ‘Abdisy Syams bin ‘Abdi Manaf bin Qushay Al-Qurasyi namanya. Dia putra Halah bintu Khuwailid, saudari perempuan Khadijah. Ketika itu, Khadijah radhiallahu ‘anha menghadiahkan seuntai kalung untuk pengantin putrinya. Dari pernikahan itu, lahir Umamah dan ‘Ali, dua putra-putri Abul ‘Ash.

Tatkala cahaya Islam merebak, Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka hati Zainab radhiallahu ‘anha untuk menyambutnya. Namun, Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ masih berada di atas agama nenek moyangnya. Dua insan di atas dua jalan yang berbeda…

Orang-orang musyrik pun mendesak Abul ‘Ash untuk menceraikan Zainab, namun Abul ‘Ash dengan tegas menolak mentah-mentah permintaan mereka. Akan tetapi, Zainab radhiallahu ‘anha masih pula tertahan untuk bertolak ke bumi hijrah.

Ramadhan tahun kedua setelah hijrah, terukir peristiwa Badr. Dalam pertempuran itu, terbunuh tujuh puluh orang dari pihak musyrikin dan tertawan tujuh puluh orang dari mereka. Di antara tawanan itu ada Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’.

Penduduk Makkah pun mengirim tebusan untuk membebaskan para tawanan. Terselip di antara harta tebusan itu seuntai kalung milik Zainab radhiallahu ‘anha untuk kebebasan suaminya. Ketika melihat kalung itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkenang pada Khadijah radhiallahu ‘anha yang telah tiada. Betapa terharu hati beliau mengingat putri yang dicintainya. Lalu beliau berkata pada para shahabat, “Apabila kalian bersedia membebaskan tawanan yang ditebus oleh Zainab dan mengembalikan harta tebusan yang dia berikan, lakukanlah hal itu.” Para shahabat pun menjawab, “Baiklah, wahai Rasulullah!”

Kemudian mereka lepaskan Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ dan mengembalikan seuntai kalung Zainab yang dijadikan harta tebusan itu.

Ketika itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta Abul ‘Ash untuk berjanji agar membiarkan Zainab pergi meninggalkan negeri Makkah menuju Madinah. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu bersama salah seorang Anshar sembari berkata, “Pergilah kalian ke perkampungan Ya’juj sampai bertemu dengan Zainab, lalu bawalah dia kemari.”
Berpisahlah Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas jalan Islam, meninggalkan suaminya yang masih berkubang dalam kesyirikan.

Menjelang peristiwa Fathu Makkah, Abul ‘Ash keluar dari negeri Makkah bersama rombongan dagang membawa barang-barang dagangan milik penduduk Makkah menuju Syam. Dalam perjalanannya, rombongan itu bertemu dengan seratus tujuhpuluh orang pasukan Zaid bin Haritsah yang diutus oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menghadang rombongan dagang itu. Pasukan muslimin pun berhasil menawan mereka dan mengambil harta yang dibawa oleh rombongan musyrikin itu, namun Abul ‘Ash berhasil meloloskan diri.

Ketika gelap malam merambah, Abul ‘Ash dengan diam-diam menemui istrinya, Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk meminta perlindungan.

Subuh tiba. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat berdiri menunaikan Shalat Shubuh. Saat itu, Zainab radhiallahu ‘anha berseru dengan suara lantang, “Wahai kaum muslimin, sesungguhnya aku telah memberikan perlindungan kepada Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’!”
Usai shalat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap pada para shahabat sembari bertanya, “Kalian mendengar apa yang aku dengar?” “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata lagi, “Sesungguhnya aku tidak mengetahui apa pun sampai aku mendengar apa yang baru saja kalian dengar.”

Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui putrinya dan berpesan, “Wahai putriku, muliakanlah dia, namun jangan sekali-kali dia mendekatimu karena dirimu tidak halal baginya.” Zainab radhiallahu ‘anha menjawab, “Sesungguhnya dia datang semata untuk mencari hartanya.”
Setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan pasukan Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu dan berkata pada mereka, “Sesungguhnya Abul ‘Ash termasuk keluarga kami sebagaimana kalian ketahui, dan kalian telah mengambil hartanya sebagai fai’ yang diberikan Allah kepada kalian. Namun aku ingin kalian berbuat kebaikan dan mengembalikan harta itu kepadanya. Akan tetapi kalau kalian enggan, maka kalian lebih berhak atas harta itu.” Para shahabat menjawab, “Wahai Rasulullah, kami akan kembalikan harta itu padanya.”

Seluruh harta yang dibawa Abul ‘Ash kembali ke tangannya dan tidak berkurang sedikit pun. Segera dia membawa harta itu kembali ke Makkah dan mengembalikan setiap harta titipan penduduk Makkah pada pemiliknya. Lalu dia bertanya, “Apakah masih ada di antara kalian yang belum mengambil kembali hartanya?” Mereka menjawab, “Semoga Allah memberikan balasan yang baik padamu. Engkau benar-benar seorang yang mulia dan memenuhi janji.” Abul ‘Ash pun kemudian menegaskan, “Sesungguhnya aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya! Demi Allah, tidak ada yang menahanku untuk masuk Islam saat itu, kecuali aku khawatir kalian menyangka bahwa aku memakan harta kalian. Sekarang setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala tunaikan harta itu kepada kalian masing-masing, aku masuk Islam.” Abul ‘Ash bergegas meninggalkan Makkah, hingga bertemu dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan Islam.

Enam tahun bukanlah rentang waktu yang sebentar. Akhir penantian yang sekian lama pun menjelang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengembalikan putri tercintanya, Zainab radhiallahu ‘anhu kepada suaminya, Abul ‘Ash bin Ar- Rabi’ radhiallahu ‘anhu, dengan nikahnya yang dulu dan tanpa menunaikan kembali maharnya. Dua insan kini bersama meniti jalan mereka …

Namun, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan taqdir-Nya. Tak lama setelah pertemuan itu, Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke hadapan Rabb-nya, pada tahun kedelapan setelah hijrah, meninggalkan kekasihnya untuk selamanya.

Di antara para shahabiyyah yang memandikan jenazahnya, ada Ummu ‘Athiyyah Al-Anshariyah radhiallahu ‘anha. Darinya terpapar kisah dimandikannya jenazah Zainab radhiallahu ‘anha, sesuai perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan guyuran air bercampur daun bidara. Seusai itu, rambut Zainab radhiallahu ‘anha dijalin menjadi tiga jalinan. Jenazahnya dibungkus dengan kain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Putri pemimpin para nabi itu telah pergi…

Pendidikan anak secara Islami


Mungkin kita pernah mendengar peribahasa Jawa yang berbunyi, "Kacang ora ninggal lanjaran" atau "Air mata tak akan jatuh jauh dari pipi".
Peribahasa tersebut memberikan pengertian bahwa sifat, tindak tanduk dan karakter seorang anak tidak akan jauh berbeda dari dan perilaku orang tuanya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ;

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ

"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, kedua orang tuanyalah yang kemudian menjadikannya Yahudi atau Nasrani."(HR. Bukhari)

Habib Muhammad al-Baqier Ibn Sholeh Mauladawilah pernah menyatakan bahwa segala perilaku anak merupakan ekspresi dari masa muda sang orang tua. Semua perilaku orang tua akan ditiru oleh sang anak. Sebagaimana pendapat Habib Sholeh Ibn Ahmad Alaydrus bahwa orang tua tak hanya mewariskan kecerdasan tetapi juga kelemahan dan sifat buruk pada anaknya. Oleh karena itu Habib Muhammad al-Baqier menandaskan bahwa seseorang yang mengetahui akan hal tersebut meskipun masih berusia muda muda haruslah segera bertaubat. Karena hanya dengan bertaubat yang dapat menghalangi agar sifat-sifat buruk itu tidak menurun kepada keturunannya kelak.

Perhatikan bagaimana sebenarnya Islam menuntun umatnya untuk selalu berbuat baik. Hingga pada masalah perilaku pun diatur untuk membentuk karakter keturunan seseorang. Karena pada hakikatnya seluruh tindak tanduk kita ini akan diekspresikan pada tindak tanduk keturunan kita. Dari sini pula Islam menginformasikan bahwa berapa pun usia kita, apabila kita menjalankan perilaku yang baik dan menghindarkan diri dari perbuatan tercela, maka bukan hanya kita yang memetik manfaat tetapi juga anak keturunan kita. Dengan demikian berarti pendidikan anak dimulai sejak kedua orang tuanya masih bujangan. Tentunya konsep ini belum pernah kita temui dalam wacana di luar Islam.

Ketika seseorang hendak menikah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan dalam sebuah haditsnya:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

"Seorang wanita (biasanya) dinikahi karena empat sebab, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan keber-agama-annya. Pilihlah wanita yang memiliki agama, (kalau tidak) tanganmu penuh debu (engkau akan menemui kesusahan)."(HR. Muttafaqun 'Alaih)

Sebagaimana dicontohkan oleh para ulama salaf, untuk memastikan bahwa seorang wanita itu memang tepat bagi dirinya, pertama tentunya dengan melihat perilaku dan penguasaan agamanya secara dzahir. Kemudian mereka melakukan istikharah untuk meminta petunjuk pada Allah apakah wanita yang akan diperistrinya ini benar-benar salihah bagi dirinya. Hal ini dilakukan juga dalam rangka untuk memastikan bahwa calon pasangannya adalah orang yang tepat di muka Allah untuk mengandung dan melahirkan anaknya.

Sudah semestinya pula bahwa seseorang yang akan menikah juga meniatkan untuk mencari pertolongan bagi agama dan akhirat. Mereka yang telah meniatkan demikian, maka pernikahannya berada dalam kerangka niat yang baik dan dapat digunakan sebagai media untuk mendekat pada Allah. Namun ketika pernikahan itu hanya diniatkan untuk mendapatkan bagian dari dunia atau memenuhi nafsu syahwat saja, maka hal ini sangat jauh dari kebenaran dan teladan dari ulama salaf. Anak yang akan dihasilkan pun sulit diharapkan untuk menjadi anak shalih atau shalihah karena hubungan antar keduanya hanya didasari nafsu syahwat.

Ketika seorang isteri mengandung, maka kedua pasangan disunnahkan untuk memperbanyak amal dan memperdengarkan dzikir atau ayat al-Qur'an. Agar sang anak lahir telah mengenal kalam Ilahi sejak kandungan. Jika sebuah penelitian menyatakan bahwa musik klasik dapat mencerdaskan sang bayi, maka sebenarnya tuntunan para ulama salaf untuk memperdengarkan lantunan ayat suci dan dzikir adalah lebih baik sudah terbukti sejak dahulu.

Beberapa ulama bahkan rela melakukan riyadlah demi mendapatkan keturunan yang benar-benar shalih. Konon pula sewaktu Nyai Shalihah mengandung Gus Dur, Kyai Wahid Hasyim melakukan riyadlah puasa selama Gus Dur dalam kandungan. Terlepas dari unsur keturunan atau kontroversi pemikirannya, sebagian besar orang mengakui kecerdasannya di atas rata-rata.

Atau kisah Kyai Dimyati Rois (Kendal). Alkisah begitu ibunya mengetahui kalau dirinya mengandung, dia langsung berpuasa yang berlangsung hingga putranya--Kyai Dimyati--diakui sebagai kyai oleh masyarakat. Hasil riyadloh ini bukan hanya berdampak pada Kyai Dimyati saja, tetapi juga pada sang cucu, yakni putra Kyai Dimyati yang memiliki kelebihan dalam kecerdasan dan kemampuan linuwih.
Begitu sang anak lahir, Islam menganjurkan untuk membacakan adzan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri. Hal ini dimaksudkan agar suara pertama yang didengar sang bayi adalah kalimat tauhid. Ketika anak sudah beranjak dewasa, Islam mengajarkan agar orang tua memperhatikan betul tentang perkembangan keber-agamaannya. Bila seorang anak baru mampu mengucapkan huruf 'a' maka orang tua sebisa mungkin mengarahkan untuk mengucapkan Allah. Begitu seterusnya, hingga sang anak memiliki dzauq (perasaan) islamy.

Seorang tamu dari Yaman ketika hadir di sebuah majlis ta'lim Habib Muhammad Ibn Idrus al Haddad, menyatakan bahwa saat ini kebanyakan orang mengasihi anaknya dengan kacamata dunia bukan dengan kacamata keberislamannya. Ia dirawat, diimunisasi, ditimbangkan. Ketika sakit dirawat sedemikian rupa, disekolahkan setinggi mungkin dan kalau perlu dikursuskan apa saja hal yang tidak dipahami oleh sang anak meski dengan konsekwensi harus mengeluarkan uang jutaan rupiah. Namun ketika sang anak tidak mampu membaca ayat al-Qur'an, tidak mampu mengaji, para orang tua merasa cukup dengan mencarikan guru gratisan, madrasah diniyah yang murah meriah. Banyak orang tua yang merasa kasihan ketika melihat anak kecil diajari berpuasa, dipaksa belajar mengaji, atau dibiasakan shalat malam karena kacamata yang digunakan adalah kacamata dunia atau kesehatan jasmani semata.
Habib Aly sang tamu itu kemudian menceritakan bahwa ketika dia masih bayi, orang tuanya memaksanya untuk bangun setiap sepertiga malam, membiasakannya untuk bangun malam. Orang tuanya tidak peduli jika dia menangis di tengah malam. Asalkan tidak tidur tidur ketika Allah membagikan rezeki pada hambaNya. Ketika beliau berusia 5 tahun, beliau sudah harus mengikuti orang tuanya untuk pergi ke Masjid Nabawi di Madinah, meski harus terkantuk-kantuk di tangga masjid. Akhirnya bangun malam atau shalat malam menjadi kebiasaan yang sudah sangat sulit untuk diubah atau telah menjadi sifat malakah.

Faktor yang juga sangat penting diperhatikan adalah rezeki yang halal.
Jangan sampai sang anak mendapatkan rezeki haram walau setetes.
Demi kedekatan anak pada Allah, orang tua harus mengusahakan bahkan meski harus bermiskin-miskin untuk sebuah harta yang halal.
Waladun shalih adalah sebuah tabungan akhirat yang tak ternilai harganya.
Jika hanya sekedar menahan hawa nafsu perut atau nafsu yang lain terlalu murah untuk membeli seorang anak yang shalih.
Adakah mungkin kita bisa menirunya?

Renungan Taubat


Sebagian besar manusia hidup untuk mengejar impian sepanjang hidup mereka. Upaya mereka berpusat pada satu tujuan yaitu kesempurnaan. Menurut mereka manusia yang ideal adalah manusia yang mampu menyebarkan aura kesempurnaan. Namun, konsekuensi logis dari usaha itu adalah keniscayaan terjadinya kesalahan dalam melangkah terlebih bila ikhtiar menuju kesempurnaan itu tanpa didasari background spiritual yang cukup.

Meski demikian, gambaran ideal itu hanyalah tujuan yang ilusioner (khayalan). Gambaran orang mukmin seperti itu tidak pernah ada. Hal itu karena pada hakikatnya manusia itu lemah, rendah, dan tidak berdaya di hadapan Allah Tuhan semesta alam. Konsekuensinya, manusia dapat berbuat kesalahan sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, manusia akan berusaha melakukan hal yang terbaik untuk menghindari dosa dan kesalahan. Sebagai hamba yang lemah dihadapan Allah, manusia tidak pernah lepas dari kesalahan.

Al Qur'an menyebutkan bahwa manusia selalu melakukan dosa dan kesalahan:

"Jika sekiranya Allah menyiksa manusia karena usahanya, niscaya dia tidak akan meninggalkan diatas permukaan bumi suatu makhluk yang melata pun, tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka sampai waktu yang tertentu. Oleh karena itu, ketika datang ajal mereka, sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat keadaan hamba-hambaNya". (QS. Fathir: 45)

Ayat tersebut memerintahkan agar manusia selalu dan selalu memohon ampunan Allah. Itulah sifat yang membedakan antara orang mukmin dan orang kafir. Orang kafir selalu berusaha menutupi kesalahan dan dosa yang mereka lakukan sedangkan orang mukmin tidak pernah melakukan hal itu. Hal yang paling penting bagi orang mukmin adalah merasakan penyesalan dengan sungguh-sungguh dan kembali kepada Allah seraya memohon ampunanNya. Dengan membaca Al Qur'an, manusia akan mendapati bahwa keinginan untuk memohon ampun pada Allah adalah suatu kewajaran.

"Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, beribadah dan memuji (Allah), melawat, ruku', sujud, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat mungkar dan memelihara hukum-hukum Allah. Gembirakanlah orang-orang yang mukmin itu". (QS. At Taubah: 112)

Memohon ampunan Allah adalah aspek keseharian dalam ibadah orang mukmin. Manusia dapat meminta ampunan sepanjang hari atas segala kesalahan dan dosa baik yang dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja. Lebih jauh lagi, seperti halnya meminta ampunan bagi diri sendiri, orang mukmin dapat memintakan ampun bagi orang mukmin yang lainnya.

Dalam bahasa arab, istilah untuk meminta ampun adalah istighfar yang berarti menutupi, melindungi dan menyembunyikan semuanya atau mengembalikan pada keadaan semula. Taubat dapat dimaknai dengan "Kembali". Maksudnya berjanji tidak melakukan lagi suatu dosa tertentu.

Berkenaan dengan hal ini, dalam kitab Qomi' At Tughyan karangan syeikh Muhammad Nawawi bin Umar Al Bantany memberikan definisi mengenai taubat, antara lain :


* Seketika meninggalkan perbuatan maksiat dan bercita-cita untuk meninggalkannya pada waktu yang akan datang.
* Harus mengganti keteledoran (kelalaian) yang telah dilakukan pada waktu-waktu yang telah lalu.
* Menyesali perbuatan dosa yang telah lalu.


Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al Ghozaly bahwa menyesali perbuatan yang telah lalu adalah kewajiban dari taubat, karena penyesalan ini adalah jiwa dari taubat.

"Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya". (QS. At Tahrim: 8)

Yang dimaksud murni dalam ayat tersebut adalah taubat yang semata-mata karena Allah dan tidak ada motif-motif lain yang mencampurinya. Bagi mereka yang mampu memurnikan jiwanya dari orientasi keliru dalam bertaubat, maka orang itu telah mengantongi salah satu tanda orang yang bertaqwa. Dalam diskripsi Al Quran, orang yang bertaqwa bukanlah orang yang sempurna tanpa cacat. Tetapi mereka yang setiap melakukan kealpaan, dia mengingat Allah kemudian bertaubat.

"Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui." (QS. Ali Imron: 135)


Semoga kita bisa mengambil hikmah dari catatan ini

Empat Kunci Menuju Kebahagiaan Keluarga Sejati


Manusia hidup di dunia ini pastilah berburu kebahagiaan dunia akhirat. Dalam profesi atau keadaan yang bagaimanapun di kedalaman hati manusia pastilah berburu bahagia. Mereka memburu kaya atau pasangan yang istimewa (dengan ketampanan suami atau kecantikan isteri). Bila ditarik benang merah pastilah kebahagiaan yang mereka buru.

Namun sebagaimana bisa kita bisa baca dalam salah satu tausiyah dan artikel dalam website ini, Syaikhina KHA. Masduqi Machfudz menyatakan bahwa betapapun jenius, brilian dan kecerdasan dari akal pikiran, ternyata manusia memiliki tiga macam kelemahan pokok yang tidak dapat dipecahkan oleh akal pikiran itu sendiri.

Tiga kelemahan pokok tersebut adalah:


• Akal pikiran itu tidak dapat mengetahui hakekat kebenaran. Buktinya ialah banyak teori kebenaran yang dikemukakan oleh para ahli filsafat yang berbeda-beda antara teori yang satu dengan yang lain, padahal kita tahu dengan pasti bahwa kebenaran yang sejati hanyalah satu.

• Akal pikiran itu tidak dapat mengetahui letak dan hakekat kebahagiaan hidup. Buktinya ialah bahwa seringkali sesuatu yang dibayangkan oleh seseorang akan dapat membahagiakan hidupnya sehingga dia mengerahkan seluruh pikiran, tenaga dan dana yang ada padanya. Namun setelah tercapai ternyata malah membawa kesengsaraan hidup yang berkepanjangan.

• Akal pikiran itu tidak dapat mengetahui asal muasal manusia.


Artinya meskipun akal pikiran itu sangat cerdas, jenius, dan brilian, ternyata tidak dapat menjawab tujuh macam pertanyaan berikut:

1. Dari mana manusia itu datang sebelum hidup di dunia ini?
2. Mengapa manusia itu harus hidup di dunia ini?
3. Siapa gerangan yang menghendaki kehidupan manusia di dunia ini?
4. Untuk apa manusia hidup di dunia ini?
5. Mengapa setelah manusia terlanjur senang hidup di dunia dia harus mati?
Padahal tidak ada seorangpun yang senang mati.
6. Siapa gerangan yang menghendaki kematian manusia?
7. Ke mana nyawa manusia setelah mati dan bangkainya dikubur?


Ketiga macam kelemahan akal pikiran manusia tersebut di atas adalah bukti yang nyata bahwa manusia mutlak memerlukan petunjuk yang dapat mengatasi ketiga kelemahan akal tersebut dan yang dapat memberikan bimbingan kepada manusia agar hidupnya di dunia ini dapat memiliki ketenangan dan ketentraman jiwa yang menjadi faktor penentu bagi kebahagiaan hidup.

Petunjuk tersebut dikenal dengan nama agama, yang berasal dari bahasa Sansekerta (bahasa India kuno), yang berarti:
• a = tidak,
• gama = kacau.

Jadi yang dimaksud dengan agama adalah peraturan-peraturan yang dipergunakan untuk mengatur manusia agar hidupnya di dunia ini tidak kacau.

Rasulullah SAW sang pembawa ajaran agama Islam bersabda:

"Dari Ibn Asaakir. Ada empat kunci kebahagiaan bagi seseorang muslim, yaitu mempunyai isteri yang salehah, anak-anak yang baik, lingkungan yang baik dan pekerjaan yang tetap di negerinya sendiri." HR Dailami

Pasangan yang saleh

Allah dalam al Quran surat Al Baqarah ayat 82 menyatakan:
"Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya."

Rasulullah juga pernah bersabda:
"Dunia adalah harta dan sebaik-baik harta adalah wanita yang shalihah."

Allah seringkali menyertakan antara kata orang yang beriman dan beramal saleh, karena kesalihan itu hanya bisa timbul dari keimanan. Tanpa landasan keimanan perilaku sebaik apapun tidak bisa disebut amal shaleh.

Di antara tanda-tanda isteri salehah adalah sebagaimana diisyaratkan Rasulullah dalam sebuah haditsnya:

Empat golongan wanita calon penghuni surga:
• Wanita yang menjaga diri dari perbuatan haram dan berbakti kepada Allah dan suaminya.
• Wanita yang banyak keturunannya, penyabar serta menerima dengan senang hati dalam segala keadaan hidup bersama suaminya.
• Wanita yang bersifat pemalu, jika suaminya pergi maka ia menjaga dirinya dan harta suaminya. dan jika suaminya datang maka ia mengekang mulutnya dari perkataan yang tidak layak kepadanya.
• Wanita yang apabila ditinggal mati suaminya, mengekang diri untuk tidak menikah karena takut anak-anaknya akan terlantar


Pasangan suami isteri yang saleh adalah pasangan yang senantiasa melestarikan amalan ahli surga, sebagaimana keberhasilan Rasulullah dalam membina rumah tangganya, sehingga beliau menyatakan:
"Rumahku adalah surgaku".

Artinya rumah yang dihuni oleh isteri yang salehah adalah yang mampu menciptakan bayang-bayang kenikmatan surgawi. Salah satu ciri wanita yang mampu menciptakan bayang-bayang kenikmatan surgawi adalah wanita yang memiliki rasa malu. Malu bergaul dengan sembarang orang, malu mengumbar aib suami, malu melakukan maksiat dan terpenting malu melakukan sesuatu yang tidak diridlai Allah ataupun suaminya.

Anak anak yang baik

Keluarga sakinah dan bahagia tidak akan tercipta di kala salah satu elemen terpentingnya menjadi seorang yang tidak mampu dibanggakan di hadapan Allah. Maka pendidikan anak yang memadai bagi kebutuhan ruhaninya sangatlah menentukan kebahagiaan bagi sebuah keluarga. Rasulullah pernah bersabda:
"Taatilah perintah Allah dan jauhilah larangan Allah, dan perintahkanlah anak-anakmu untuk mentaati perintah Allah dan untuk menjauhi larangan Allah, dan dengan demikian engkau telah melindungi dirimu dan anak-anakmu dari siksa api neraka".

Kalau ada barang atau perhiasan dunia yang paling berharga, maka anak lebih pantas mendudukinya. Dia mengalahkan seluruh harta lainnya. Dia di atas segala sesuatu yang dimiliki. Anak merupakan perhiasan kehidupan dunia yang menjadi kebanggaan orang tua. Rasulullah bersabda:
"Anak itu rezeki (wewangian) dari surga." HR Al Hakim.

Karena itu menjaga dan mendorong anak menjadi sosok yang baik dan dapat dibanggakan oleh orang tua di hadapan Allah adalah kunci kebahagiaan seseorang di dunia maupun di akhirat kelak.

Lingkungan yang baik

Ada sebuah peribahasa arab yang menyatakan: "al-insaanu waladul bii-ah. "
Manusia itu adalah anak dari lingkungannya.
Maka memilihkan lingkungan yang baik bagi keluarga juga termasuk kunci kebahagiaan seseorang. Bagaimana seseorang berbahagia, manakala dia sudah berusaha menjaga keluarganya dari perilaku yang tidak baik, ternyata anak-anaknya, isterinya, suaminya memiliki perilaku yang tidak baik akibat pergaulan yang salah.

Pekerjaan yang tetap di negerinya sendiri

Tentu sudah tidak menjadi asing bagi kita, ketika mendengar seorang suami yang bekerja di luar kota atau bahkan di luar negeri ternyata ketika pulang isterinya sudah hamil atau melahirkan anak yang bukan dari bibit suami, atau sebaliknya. Kita juga pasti sudah sering mendengar anak menjadi broken home ketika kedua orang tuanya jauh darinya. Tidak ada kontrol dari kedua orang tua yang dia harapkan. Karena itu pekerjaan yang tetap di negeri sendiri merupakan kunci kebahagiaan bagi siapapun juga. "Hujan batu di negeri sendiri lebih baik daripada hujan emas di negeri orang."

Wallahu a’lam bissowab

Memuliakan tetangga


Memuliakan tetangga maksudnya adalah berbuat baik kepada tetangga dengan jalan: menampakkan wajah yang cerah dan berseri-seri, memberi makanan kepadanya, dan menanggung perbuatan tidak baik yang dilakukan olehnya. Jika tidak mampu berbuat demikian, hendaklah menahan diri untuk tidak menyakiti tetangga.

Rasulullah saw bersabda:

اَحْسِنْ مُجَاوَرَةَ مَنْ جَاوَرَكَ تَكُنْ مُسْلِمًا

Berbuat baiklah dalam mempergauli orang yang menjadi tetanggamu, niscaya engkau menjadi orang muslim.

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ

Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, hendaklah ia memuliakan tetangganya.

Dalam hadits yang lain disebutkan:

مَنْ اَرَادَ اَنْ يُحِبَّهُ اللهُ فَعَلَيْهِ بِصِدْقِ الْحَدِيْثِ وَاَدَاءِ اْلاَمَانَةِ وَاَنْ لاَ يُؤْذِيَ جَارَهُ

Barangsiapa yang ingin dicintai oleh Allah ia wajib berkata benar, menunaikan amanat, dan tidak menyakiti tetangganya.

Sabda Rasulullah saw:

اِنَّ الْجَارَ الْفَقِيْرَ يَتَعَلَّقُ بِجَارِهِ الْغَنِيِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَقُوْلُ يَا رَبِّ سَلْ هَذَا لِمَ مَنَعَنِى مَعْرُوْفَهُ

Sesungguhnya tetangga yang fakir akan bergantung kepada tetangganya yang kaya pada hari kiamat seraya berkata: "Wahai Tuhanku, tanyailah tetanggaku ini, mengapa ia mencegah aku terhadap kebaikannya."

Menurut Imam as-Suhaymi, kriteria tetangga ialah orang yang jarak antara rumah Anda dengan rumahnya kurang dari 40 rumah dari berbagai arah.

Memuliakan tamu

Memuliakan tamu artinya berbuat baik dalam menyambut tamu yang datang dengan muka berseri-seri dan ucapan yang bagus, cepat-cepat memberi jamuan yang ada dan melayaninya sendiri, sebagaimana Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, dan Umar bin Abdul Aziz melayani tamu dengan pribadi beliau sendiri. Kewajiban memberi makan tamu adalah selama tiga hari menurut kadar kemampuannya.
Seyogyanya seseorang tidak perlu memaksakan diri untuk memberi jamuan kepada tamu dengan mengusahakan sesuatu yang tidak dimiliki. Ia cukup menjamu tamu dengan sesuatu yang sudah ada dengan ukuran kemampuannya, tidak perlu dengan upaya meminjam kepada orang lain atau membeli makanan dengan berhutang, berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw:

اَنَا وَالأَتْقِيَآءُ مِنْ اُمَّتِى بُرَءَآءُ مِنَ التَّكَلُّفِ

Saya dan umatku yang bertakwa adalah orang-orang yang membebaskan diri dari memaksakan diri.
Rasulullah saw bersabda:

لاَ تَتَكَلَّفُوْا لِلضَّيْفِ فَتَبْغَضُوْهُ فَاِنَّهُ مَنْ اَبْغَضَ الضَّيْفَ فَقَدْ اَبْغَضَ اللهَ وَمَنْ اَبْغَضَ اللهَ اَبْغَضَهُ اللهُ

Janganlah kamu sekalian memaksakan diri untuk menyuguh tamu, sehingga kamu benci kedatangan tamu. Karena sesungguhnya barangsiapa yang membenci tamu, maka ia telah membenci Allah. Dan Barangsiapa yang membenci Allah, niscaya Allah akan membenci dia.

Sahabat Salman al-Farisi berkata bahwa Rasulullah saw telah memerintahkan kepadanya untuk

1. tidak memaksakan diri dalam memberi jamuan kepada tamu dengan sesuatu yang tidak dimiliki,
2. memberikan suguhan kepada tamu dengan sesuatu yang sudah ada padanya,
3. tidak boleh membedakan antara tamu kaya atau fakir dalam memberikan suguhan; karena tamu yang masuk ke dalam rumah adalah membawa rahmat dan keluar bersama dosa pemilik rumah.


Dalam salah satu hadits, Rasulullah saw bersabda:

مَا مِنْ عَبْدٍ مُؤْمِنٍ يَأْتِيْهِ ضَيْفٌ فَيَنْظُرُ فِى وَجْهِهِ بِبِشَاشَةٍ اِلاَّ حَرَّمَ اللهُ جَسَدَهُ عَلَى النَّارِ

Seseorang beriman yang kedatangan tamu kemudian memandang muka tamu tersebut dengan wajah berseri-seri, niscaya diharamkan jasadnya masuk neraka oleh Allah.

Diriwayatkan dari sahabat Abu Darda' dari Nabi Muhammad saw, beliau bersabda:

اِذَا اَكَلَ اَحَدُكُمْ مَعَ الضَّيْفِ فَلْيُلْقِمَهُ بِيَدِهِ . فَاِذَا فَعَلَ ذلِكَ كَتَبَ اللهُ لَهُ عَمَلَ سَنَةٍ صِيَامِ نَهَارِهَا وَقِيَامِ لَيْلِهَا

Apabila salah seorang dari kamu sekalian makan bersama tamu, hendaklah dia menyuapi tamu dengan tangannya. Apabila ia melakukan demikian, maka Allah mencatat baginya amal satu tahun, yang dilakukan puasa siang harinya dan salat pada malam harinya.

Imam Ahmad as-Suhaymi dan Ahmad bin Imad menuturkan bahwa Nabi Ibrahim as apabila ingin makan, beliau berjalan satu sampai dua mil untuk mencari tamu yang diajak makan bersama. Beliau diberi julukan bapak tamu. Beliau ingin membuat jamuan bagi umat Muhammad saw sampai hari kiamat. Lalu Allah swt berfirman kepada beliau: "Sesungguhnya engkau tidak mampu berbuat demikian!" Nabi Ibrahim berdatang sembah: "Wahai Tuhanku, Engkau Maha Mengetahui keadaan hamba dan Maha Kuasa mengabulkan permohonan hamba!" Kemudian Allah mengabulkan permohonannya dan memerintahkan kepada Malaikat Jibril as untuk memberikan segenggam kapur surga kepada Nabi Ibrahim as, serta memerintahkan kepada Nabi Ibrahim untuk naik ke atas gunung Abi Qubaisy dan meniupkan kapur tersebut ke udara. Nabi Ibrahim as melakukan petunjuk Malaikat Jibril, dan tersebarlah kapur tersebut di muka bumi. Setiap tempat yang kejatuhan sebagian dari kapur tersebut airnya berubah menjadi asin karena mengandung garam sampai hari kiamat. Dengan demikian semua garam yang ada di bumi ini adalah suguhan dari Nabi Ibrahim as.

Adapun tatakrama dari orang yang menjadi tamu adalah cepat-cepat memenuhi keinginan tuan rumah dalam beberapa hal antara lain makan makanan dan tidak beralasan sudah kenyang dan makan semampunya.

Menutupi aurat atau cacat orang mukmin

Abu Ali ad-Daqqaq menceriterakan bahwa ada seorang wanita datang kepada Syeikh Hatim bin Alwan al-Asham, semoga Allah mensucikan rahasianya, untuk bertanya tentang sesuatu masalah. Wanita tersebut kentut di hadapan Syeikh Hatim, sehingga muka wanita tersebut menjadi pucat karena malu. Melihat hal tersebut, Syeikh Hatim berkata kepada wanita tersebut: "Keraskanlah suaramu!" Dengan ucapan tersebut Syeikh Hatim memperlihatkan kepada wanita tersebut bahwa beliau tuli; sehingga wanita tersebut senang hatinya dan berpendapat bahwa Syeikh Hatim tidak mendengar suara kentutnya. Itulah sebabnya Syeikh Hatim terkenal dengan nama al-Asham (orang yang tuli).

Syeikh Ibnul 'Imad mengatakan bahwa menyebutkan kesalahan orang lain karena tujuan yang benar menurut syara', yang tujuan tersebut tidak dapat terpenuhi kecuali dengan menyebutkan kesalahan tersebut adalah diperbolehkan dalam 15 (limabelas) hal:

1. Menunjukkan kepada ucapan yang benar. Misalnya Anda mendengar seseorang mengucapkan ucapan yang mungkar; maka seyogyanya Anda mengatakan kepadanya: "Anda telah berkata demikian dan demikian. Ucapan itu tidak sesuai; yang benar adalah demikian!"

2. Memberi nasihat kepada orang yang meminta petunjuk dalam persoalan nikah, menitipkan amanat, atau lainnya. Anda wajib memberitahukan kepadanya keadaan yang sebenarnya dari orang yang dinikahkan atau dititipi amanat, berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw:

اِذَا اسْتَنْصَحَ اَحَدُكُمْ اَخَاهُ فَلْيَنْصَحْ لَهُ

Jika salah seorang dari kamu sekalian meminta nasihat kepada saudaranya, maka hendaklah ia memberi nasihat kepadanya.

3. Mengingatkan orang alim yang salah kepada pengikutnya. Misalnya, apabila ada seseorang bertanya kepada Anda tentang sesuatu masalah, kemudian ia mengatakan: "Kyai saya mengatakan demikian dan demikian." Anda boleh mengatakan: "Kyai saudara salah!" Termasuk juga ucapan para pengarang kitab dalam kitab-kitab mereka: "Si Fulan berkata demikian. Beliau adalah salah!" dan lain sebagainya. Hal itu diperbolehkan jika dimaksudkan untuk menjelaskan kesalahannya agar tidak diikuti. Jika tidak demikian, maka hukumnya haram.

4. Minta tolong untuk mengubah kemungkaran, seperti ucapan Anda kepada orang yang Anda harapkan kemampuannya untuk menghapus kemungkaran: "Si Fulan telah melakukan demikian, maka tolonglah saya untuk mencegahnya." Hal ini diperbolehkan dengan syarat apabila maksudnya adalah untuk meminta bantuan guna melenyapkan kemungkaran. Jika tidak demikian maksudnya, hukumnya haram.

5. Mengenal identitas seseorang, seperti ucapan Anda: "Fulan si juling, atau lainnya. Hal ini diperbolehkan apabila identitas si Fulan tidak dikenal kecuali dengan menyebut cacatnya, karena kebetulan orang yang bernama Fulan banyak. Jika identitas si Fulan dapat dikenal tanpa menyebutkan cacatnya, maka lebih utama tidak usah menyebutkan cacatnya. Kebolehan menyebutkan cacat si Fulan disyaratkan dengan maksud untuk mengenal. Jika maksudnya untuk mencela, hukumnya haram.

6. Menjaga kerusakan, seperti ucapan Anda kepada saksi yang tidak adil: "Orang ini tidak sah untuk menjadi saksi, karena ia telah melakukan demikian dan demikian."

7. Meminta fatwa, seperti ucapan Anda kepada orang yang dimintai fatwa: "Ayahku, suamiku, atau saudaraku telah berbuat dhalim kepadaku. Bagaimanakah jalan keluar untuk menyelamatkan diri dari kedhaliman tersebut?" Jika dapat menggunakan kata sindiran lebih baik, misalnya: "Bagaimana pendapat Anda mengenai seseorang yang dianiaya oleh bapaknya, suaminya, atau saudaranya?" Namun apabila menyebutkan dengan jelas, diperbolehkan dengan alasan ini, sebagaimana pendapat Imam al-Ghazali.

8. Mencegah perbuatan fasik seseorang yang tidak menutupi perbuatan cacatnya, misal orang yang menceriterakan perbuatan zina dan dosa-dosa besar yang dilakukan. Anda boleh menuturkan perbuatan fasik yang dilakukan dan bukan perbuatan cacat lainnya, dengan syarat apabila Anda bermaksud agar orang yang Anda beritahu mau menyampaikan kepadanya, sehingga ia berhenti dari perbuatannya yang fasik. Kebolehan menuturkan cacat seseorang di sini adalah jika ia menceriterakan perbuatan fasik yang telah dilakukan dengan perasaan bangga. Akan tetapi jika ia menceriterakan dengan perasaan menyesal dan taubat, maka haram menuturkannya karena sama dengan mengghibah. Jika orang yang menampakkan perbuatan fasik adalah orang alim, maka haram mengghibahnya secara mutlak. Karena jika orang awam mendengar perbuatan fasik si alim tersebut, maka dosa-dosa besar tersebut bagi orang awam menjadi remeh, sehingga mereka berani melakukannya.

9. Memperingatkan seseorang dari kejahatan orang lain. Apabila Anda melihat seseorang yang ingin berkumpul (kerja sama) dengan orang yang mempunyai cacat, maka Anda boleh menyebutkan cacat tersebut kepada orang yang akan diajak kerja sama, jika sekiranya orang yang akan diajak kerja sama tidak dapat tercegah dari kejahatannya tanpa diberi tahu. Jika tidak dengan maksud demikian, maka penyebutan catat tersebut haram.

10. Menuturkan cacat orang yang menampakkan perbuatan bid'ah.

11. Menuturkan cacat orang yang menyembunyikan perbuatan bid'ahnya.

12. Menuturkan kesalahan lawan kepada hakim pada waktu ada dakwaan atau pertanyaan.

13. Menyebutkan catat orang yang dhalim yang mengadukan kepada jaksa atau penguasa.

14. Menuturkan cacat orang kafir yang memusuhi kaum muslimin. Orang kafir yang tidak memusuhi kaum muslimin tidak boleh dituturkan cacatnya.

15. Menuturkan cacat orang yang murtad, dalam arti bukan orang yang meninggalkan salat fardlu.


Imam Ahmad as-Suhaymi menceriterakan kisah Ibnu Arabi dalam kitab "Lubab at-Thalibin". Ibnul Arabi berkata bahwa setiap orang Islam sepatutnya berkeyakinan bahwasanya kesalahan yang dilakukan oleh anak cucu Rasulullah saw tidak boleh dicela karena telah dimaafkan oleh Allah. Hal tersebut didasarkan atas kisah yang dialami Ibnu Arabi tentang keadaan anak cucu Rasulullah saw. Seorang yang tsiqah (tepercaya beritanya) menceriterakan kepada Ibnul Arabi di kota Makkah: "Saya membenci apa yang dilakukan oleh anak cucu Rasulullah saw terhadap orang-orang di kota Makkah." Ketika tidur Ibnul Arabi melihat Sayyidatina Fatimah binti Rasulullah saw berpaling darinya. Ibnu Arabi memberi salam kepada beliau dan bertanya tentang sebab beliau berpaling. Beliau bersabda: "Sungguh engkau telah mencela orang-orang yang mulia!" Ibnu Arabi bertanya: "Wahai Sayyidattina Fatimah, apakah tuan putri tidak melihat apa yang mereka lakukan terhadap orang-orang?" Beliau bersabda: "Bukankah mereka itu anak cucu saya?" Lalu Ibnul Arabi berkata kepada beliau: "Sejak sekarang aku bertaubat!" Kemudian Sayyidatina Fatimah menghadap kepadanya dan ia terbangun dari tidurnya.


Semoga Bermanfaat, Walaupun hanya sebesar butir pasir di pantai...

Minggu, 11 Juli 2010

youngtulaleka@ciputat

Lirik Lagu Bondan Prakoso N Fade 2 Black - YA Sudahlah MP3
Lirik Lagu Bondan Prakoso N Fade 2 Black - YA Sudahlah MP3

"YA Sudahlah"

B:
Ketika mimpimu yg begitu indah,
tak pernah terwujud..ya sudahlah
Saat kau berlari mengejar anganmu,
dan tak pernah sampai..ya sudahlah (hhmm)

*reff:
Apapun yg terjadi, ku kan slalu ada untukmu
Janganlah kau bersedih..coz everything's gonna be OKAY

Santoz:
yo..Satu dari sekian kemungkinan
kau jatuh tanpa ada harapan
saat itu raga kupersembahkan
bersama jiwa, cita,cinta dan harapan

Lezz:
Kita sambung satu persatu sebab akibat
tapi tenanglah mata hati kita kan lihat
menuntun ke arah mata angin bahagia
kau dan aku tahu,jalan selalu ada

titz:
juga ku tahu lagi problema kan terus menerjang
bagai deras ombak yang menabrak karang
namun ku tahu..ku tahu kau mampu tuk tetap tenang
hadapi ini bersamaku hingga ajal datang

B:
Sempat kau berharap keramahan cinta,
tak pernah kau dapat..ya sudahlah
yeeah..dengar ku bernyanyi..lalalalalala
heyyeye yaya dedudedadedudedudidam..semua ini belum *****hir

back to *reff

F2B:
satukan langkah..langkah yg beriring!
genggam hati, rangkul emosi!

B:
Genggamlah hatiku, satukan langkah kita

F2B:
Sama rasa, tanpa pamrih
ini cinta..across da sea

B:
peluklah diriku..terbanglah bersamaku, melayang jauh.. (come fly with me, baby)

F2B:
Ini aku dari ujung rambut menyusur jemari
sosok ini yg menerima kelemahan hati
yea..aku cinta kau..(ini cinta kita)
cukup satu waktu yes.(untuk satu cinta)

satu cinta ini akan tuntun jalanku
rapatkan jiwamu yo tenang disisiku
rebahkan rasamu..untuk yg ditunggu
BAHAGIA..HINGGA UJUNG WAKTU..

back to *reff (together) 3x
===========================

Formasi 2009

Foto Karyawan Warehouse Modern Trade, PT. Tempo Logistics Bekasi 2009

Warehouse Tempo Modern Trade

Daftar susunan pemain Tempo Modern Trade Futsal Club:

1. Agus Budiyanto (GK)
2. Margiyanto (RCB)
3. Iryanto Rustani (CB)
4. Asrul Rochim (LCB)
5. Hasan Alaudin (AM)
6. Samsudin (AM)
7. Nur Cholis (ST)
8. Dwi Prabowo (ST)
9. Sugeng Purnomo (LM)
10. Imam Muklis (RM)
11. Tofik (CB)
12. Sari (GK)
13. Unang (DM)